BeritaBudayaLokalSejarah

WEST NANGKA ISLAND/ PULAU PELEPAS/ PULAU LAMPU, PULAU NANGKA DAN PULAI GADUNG

20
×

WEST NANGKA ISLAND/ PULAU PELEPAS/ PULAU LAMPU, PULAU NANGKA DAN PULAI GADUNG

Sebarkan artikel ini

Oleh : Akhmad Elvian
Sejarawan dan Budayawan Bangka Belitung Penerima Anugerah Kebudayaan

Berdasarkan Atlas van Nederlandsch, distrik Sungaiselan, sebelah Baratnya berbatasan dengan Selat Bangka dan terdapat beberapa tanjung seperti Tanjung Tedung, Tanjung Bedaun, Tanjung Berani, Tanjung Pangong of Lalari (wilayah daratan Pulau Bangka terdekat dengan Tanjung Palsu di pulau Sumatera), serta terdapat beberapa pulau yaitu pulau Nanka, pulau Midden Nanka (masyarakat menyebutnya pulau Gadung), pulau West Nanka atau pulau Pelepas atau pulau Lampu, pulau Antu, pulau Batoe Bedaun, pulau Medang, dan terdapat satu gugusan karang yang disebut Karang Tembaga.

Terkait keberadaan pulau-pulau kecil di Selat Bangka atau yang berada di wilayah distrik Sungaiselan,masing-masing pulau memilki sejarahnya tersendiri.

Pulau Nangka yang berada dalam distrik Sungaiselan memiliki arti penting pada saat sultan Mahmud Badaruddin I Jayowikromo kembali ke Palembang untuk mengambil hak atas tahta kesultanan Palembang Darussalam.

Sebagian pasukannya yang dipimpin oleh Daeng Parani atau Daeng Berani singgah di pulau Nangka dan Tanjung Berani atau Tanjung Parani untuk berjaga-jaga. Kemudian dari itu, maka ratu Mahmud Badaruddin pun berangkat di dalam Hijrah an-Nabi salla’llahu alaihi wa-sallama as-sanat 1127 dan Tahun Holanda 1717 mulai berlayar dari pulau Siantan serta isterinya bersama-sama dengan segala sanak-sanak yang keturunan wan Awang yang tersebut di dalam fasal Dua puluh empat melainkan datuk Dalam dengan lima anak perempuan tinggal di pulau Siantan.

Telah itu maka diiringkan oleh angkatan raja-raja Melayu yang di bawah Daeng Berani tadi dengan segala alat senjatanya. Maka jadi jumlahnya Empat puluh buah semuanya itu angkatan lain dari angkatan ratu Mahmud Badaruddin sendiri. Maka lebih dulu sampai di Bangka-Kota, di situ ratu Mahmud Badaruddin berhenti masuk ke dalam sungai Bangka-Kota dengan segala perahunya.

Keturunan yang tersebut melainkan perahu-perahu angkatan Daeng Berani tinggal di pulau Nangka yang tumbuh pohon-pohon kayu di atas gunung itu. Di situ tinggal membetulkan segala alat peperangan serta melepa dan melabur perahu mereka itu dan di dalam antara itu ratu Mahmud Badaruddin sudah berkirim surat dengan diam-diam dan bersembunyi kepada anak raja-raja Palembang-Lama yang sudah mufakat sama baginda tempo dulu. Sebab itu tahu yang itu ratu Mahmud Badaruddin sudah ada di Bangka-Kota tetapi dari hal sultan ratu Kamaruddin dari tempoh ratu Mahmud Badaruddin keluar dari Palembang, baginda itu sudah khawatir serta sudah membuat ditambah lagi beberapa senjata perang dan berlengkap alat senjata di dalam kotanya dan di luar serta beberapa tempat benteng-benteng gandok tempat rakyat berjaga-jaga serta dengan menteri dan hulubalang yang jadi kepala di tempat yang tersebut dari Palembang sampai di Sungsang (Wieringa,1990:82-83).

Pulau Nangka juga menjadi penting ketika terjadi peperangan antara Kesultanan Palembang dengan Kesultanan Banten, ketika Banten pada waktu itu diperintah oleh Sultan Maulana Muhammad bergelar Kanjeng Ratu Banten Surosowan atau Pangeran Ratu ing Banten (memerintah Tahun 1580-1596 Masehi) dan puncaknya perselisihan pada masa Sultan Ageng Tirtayasa (Tahun 1651).

Pada saat peperangan antara Kesultanan Banten dan Palembang, salah seorang putera sultan Banten bernama Ratu Bagus melarikan diri ke pulau Nangka kemudian terus pindah dan menetap serta wafat di Bangkakota. Makam Ratu Bagus di Bangkakota dikenal masyarakat setempat dengan sebutan keramat Ratu Bagus atau keramat Jatisari (Elvian, 2012:50-51).

Dalam Carita Bangka (Weiringa, 1990:72-73) dinyatakan bahwa: “Maka sultan Banten amatlah murkanya, maka disuruhnya dia punya anak nama ratu Bagus dengan angkatan yang tersebut memukul tanah Palembang. Maka pergilah ratu Bagus dengan angkatan tersebut memukul tanah Palembang tiga bulan lamanya sudah hampir Palembang jadi kalah tetapi lekas dapat bantuan dari anak raja-raja yang bertapa di bukit Siguntang.

Dengan sebab itu pelanggaran ratu Bagus tidak untung, lantas mundur dengan tiada sempat tarik jangkar melainkan dipotong sebab mau lekas keluar lari dari peperangan itu. Lantas keluar singgah di pulau Nangka; itu waktu belum ada pohon kayu melainkan pasir putih saja.

Maka Bupati Nusantara pun sudah mendengar hal khabar yang ratu Bagus ada di situ, dengan segeralah ia keluar serta dengan segala rakyatnya orang Bangka-Kota membawakan jenis-jenis buah-buahan yang ada di pulau Bangka dan lain-lain makanan menyembahkan kepada rajanya ratu Bagus.

Maka tinggal Bupati Nusantara menunggu ratu Bagus tiga bulan di pulau Nangka serta mesyuaratkan hendak memukul Palembang kembali serta sudah berkirim surat kepada orang tuanya sultan Banten meenyatakan ihwal perkara berkelahi itu yang dia sekarang sudah mundur serta minta perbantuan lagi akan mau memukul itu Palembang.

Maka itu surat sudah dikirim dan ratu Bagus masuk ke dalam sungai Bangka-Kota serta menyumpahkan itu Bupati Nusantara yang jangan berhati dua dengan sultan Palembang. Maka tinggallah itu ratu Bagus berapa lamanya dengan Bupati Nusantara di Bangka-Kota menyediakan alat peperangan menunggu bantuan dari Banten tetapi begitu lamanya dia tinggal di Bangka-Kota bantuan dari Banten belum datang.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *