Liputansatu.com – Arab Saudi memang berbenah di setiap lini, ketinggalannya dengan memberdayakan perempuan sebagai pionner di garda terdepan secara perlahan mulai ditampilkan.
Saudi memasuki era modern, dimana era feminisme semakin gencar untuk dihadirkan. Pemerintah Saudi mulai berfikir secsra rasional dan logis, bahwa aturan-aturan lama mrnghambat banyak kemajuan.
Karena fisik bisa saja berbeda tetapi otak pada dasarnya sama, kecerdasan, kemampuan lelaki sama perempuan dalam bidang-bidang tertentu bisa saja setara.
Aturan-aturan konvesional mulai ditinggalkan, dan sekarang Saudi mempunyai wajah baru dimana awak maskapai penerbangan mereka yang berisikan perempuan sukses lepas landas.
Salah satu penerbangan yang dioperasikan oleh Flyadeal, anak perusahaan dari maskapai Saudi berhasil menjalankan misinya untuk melayani masyarakat yang ingin bepergian dari ibu kota Riyadh ke kota pesisir Laut Merah Jeddah.
“Mayoritas dari tujuh anggota kru adalah wanita Saudi, termasuk perwira pertama, tetapi bukan kapten, yang merupakan wanita asing,” kata Iskandarani seperti dikutip dari Al Arabiya.
Setidaknya Saudi mulai komitmen untuk memberdayakan perempuan, demi satu tujuan reformasi menuju peradaban baru. Salah satu keinginan mereka tidak hanya untuk kesetaraan gender, tapi juga untuk kemajuan ekonomi.
Terutama bagi perempuan yang ingin bekerja kini, lapangan pekerjaan perempuan di Saudi tidak dibatasi. Malah sebaliknya hukum-hukum berlaku disiapkan agar tidak ada diskriminasi terhadap mereka kalau sedang cuti hamil, dan lainnya.
Dahulu perempuan Saudi agak sulit untuk mencari pekerjaan, biasanya mereka bekerja hanya sebagai guru atau bekerja di pemerintahan. Berjalannya waktu perempuan Saudi yang bekerja di berbagai lokasi, bisa dikatakan telah lazim ditemui.
Bahkan pasukan militer perempuan di Saudi mulai digagas, mereka akan direkrut sebagai tentara, kopral, sersan, dan sersan staf. Namun ada satu syarat khusus mereka tidak diperkenankan menikah dengan orang non Saudi.
Namun ditengah sibuknya pemerintah Saudi memberikan perempuan agar bisa mandiri, restoran asing di Jeddah yaitu Prancis menolak tamu yang berpakaian tradisional Arab baik itu wanita maupun lelaki. Tentu hal ini menjadi pertentangan dan kemarahan di masyarakat Arab.
Kalau pihak kerajaan diam saja, kedepannya bisa saja budaya pakaian tradisional Arab juga akan tergerus dan menghilang dengan sendirinya. Atau hanya dipakai ketika perayaan hari tertentu saja.
Membicarakan Prancis ada kisah yang dilupakan banyak orang, ketika mereka membantu Saudi di tahun 1979 ketika ka’bah atau Masjidil Haram diambil alih oleh Juhayman al-Utaybi, kelompok ultra-konservatif Muslim Sunni bernama al-Jamaa al-Salafiya al Muhtasiba (JSM).
Beberapa kali penyelamatan diambil kerajaan tidak membuahkan hasil, kemudian meminta bantuan Presiden Prancis kala itu, Valéry Giscard d’Estaing. Maka didatangkan pasukan khusus GIGN untuk membantu Saudi.