Liputansatu.com – Pada Februari 2021 sejumlah desa di Kecamatan Jenu, Kabupaten Tuban, menjadi sorotan publik. Pasalnya, ratusan orang mendadak jadi miliarder setelah menjual tanah kepada PT Pertamina.
Tanah tersebut dijual untuk pembangunan kilang minyak New Grass Root Refinery (NGRR) yang bekerja sama dengan perusahaan Rusia, Rosneft. Dari menjual tanah itu, tak tanggung-tanggung, warga bisa mendapatkan uang paling sedikit Rp8 miliar dan tertinggi Rp28 miliar.
Namun, ratusan warga kampung miliarder itu mengaku menyesal menjual tanahnya ke BUMN migas itu. Mereka bahkan berunjuk rasa di kantor PT Pertamina Grass Root Revenery (GRR) Tuban, Senin (24/1/2022).
Kondisi itu salah satunya dirasakan Musanam (60), salah satu warga kampung miliarder di ring satu perusahaan tepatnya di Dusun Tadahan, Desa Wadung, Kecamatan Jenu, Tuban. Setelah menjual tanah tahun lalu, kini kakek tersebut tidak lagi memiliki penghasilan tetap. Bahkan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, ia terpaksa menjual sapi peliharaannya.
“Saya menjual sapi untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari,” kata Musanam.
Demi mendapatkan pekerjaan, kakek tersebut juga ikut demo terkait prioritas tenaga lokal untuk diperhatikan perusahaan di depan kantor Kilang Minyak Jenu, Tuban, Senin (24/1/2022). Demo tersebut juga diikuti ratusan pemuda di enam desa yang ada di Kecamatan Jenu.
“Dulu sebelum menjual tanah dan bangunan rumah, katanya mau di kasih pekerjaan. Sekarang tak kunjung dapat,” ungkapnya.
Perjuangan Musanam untuk mendapatkan penghidupan layak di ring satu perusahaan kilang minyak tak sendiri. Warga lain yang bernama Mugi (60) juga bernasib sama. Perempuan yang tinggal di kampung miliarder ini juga kini nyaris tak memiliki pekerjaan usai tanah seluas 2,4 hektare dijualnya ke PT Pertamina.
“Ya menyesal sudah menjual lahan pertanian saya ke Pertamina, dulu lahan saya ditanami jagung dan cabai dan setiap kali panen bisa menghasilkan Rp40 juta. Sekarang saya sudah tidak lagi memiliki penghasilan setelah menjual lahan pertanian,” kata Mugi.
Lahannya Mugi dibeli Pertamina dengan harga sekitar Rp2,5 miliar lebih dengan dijanjikan anaknya akan bisa bekerja di Pertamina. Kemudian uangnya ditabung dan sisanya digunakan untuk bertahan hidup di ring satu perusahaan.
“Saya dirayu mas untuk menjual tanah, katanya mau diberikan pekerjaan anak-anak saya pokoknya dijanjikan enak-enak. Tapi sekarang mana gak ada,” jelasnya.
Mugi, Musanam, dan ratusan pengunjuk rasa lainnya meminta Pertamina memprioritaskan warga lokal sebagai pekerja. Seperti yang dulu dijanjikan perusahaan.
Menurut koordinator warga, Suwarno, Pertamina kinimensyaratkan pekerja dari warga lokal harus di bawah usia 50 tahun. Padahal dulu tidak dijelaskan ada syarat seperti itu.
Suwarno mengatakan Pertamina justru mengambil tenaga kerja dari luar Ring 1 Kilang Tuban, dengan usia diatas persyaratan tersebut.
“Ada pembatasan persyaratan usia yang dilakukan pihak perusahaan di atas 50 tahun tidak diperbolehkan,” tutur Suwarno,
“Ini gimana pekerja kasar aja tidak diperbolehkan, Tapi, kenyataannya ada pekerja dari luar ring 1 yang usianya di atas batas umur yang ada,” kata dia.
Ratusan warga yang berunjuk rasa itu ditemui oleh perwakilan PT Pertamina GRR bernama Solikhin. Ia berjanji akan menyampaikan tuntutan warga ke manajemen pusat.
Ya, nanti pihak coorporate yang akan menjawab semuanya melalui lembaran press release,” katanya.
Sebagai informasi, warga desa di wilayah Kecamatan Jenu ini mendapat uang ganti rugi lahan melalui proses penetapan Konsinyasi di Pengadilan Negeri (PN) Tuban. Proses itu selesai pada 10 Desember 2020 lalu.
Banyaknya ganti rugi yang diterima warga lantaran nilai proyek kilang Tuban juga fantastis. Yaitu sebesar Rp 211,9 triliun dan membutuhkan pembebasan lahan seluas 811,9 hektar.
Pihak Pertamina angkat bicara terkait persoalan tersebut. Hal tersebut disampaikan Kadek Ambara Jaya, Presiden Direktur PT Pertamina Rosneft Pengolahan Dan Petrokimia (PRPP).
“PRPP dan Pertamina Project GRR berkomitmen merekrut pekerja yang memenuhi persyaratan dan memenuhi kompetensi yang diperlukan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku,” ungkap Kadek Ambara Jaya, Presiden Direktur PRPP.
Pihaknya mengaku untuk memastikan implementasi rekrutmen tenaga kerja dengan baik dan transparan, proses rekrutmen pada tahun 2022 didukung oleh PT Pertamina Training & Consulting (PTC). Penunjukan PTC didasari agar proses rekrutmen dapat dilakukan secara transparan, independen dan bebas dari intervensi manapun.
“Terkait dengan pemenuhan tenaga kerja untuk proyek GRR Tuban di tahun 2022 ini, kami tetap akan melanjutkan komitmen kami untuk memberdayakan masyarakat lokal seperti tahun sebelumnya,” terang Kadek panggilan akrabnya.
Meski demikian, Kadek menjelaskan untuk kebutuhan tenaga kerja yang memerlukan kompetensi tertentu, pihaknya akan melakukan seleksi sehingga nantinya akan diperoleh putra daerah sebagai calon pekerja yang sehat jasmani dan rohani, disiplin, profesional, kompeten serta berdedikasi tinggi untuk bersama-sama kami mendukung setiap fase pembangunan kilang.
“Kami juga punya harapan besar bahwa para calon tenaga kerja yang kami rekrut, dapat menjadi representasi warga lokal yang membanggakan bukan hanya kepada daerah Tuban tetapi juga bagi GRR Tuban dan PRPP serta dapat meningkatkan reputasi perusahaan di hadapan para pemangku kepentingan lainnya,” ungkap Kadek.
Dengan begitu, keberadaan Proyek GRR Tuban diharapkan tidak semata-mata bernilai ekonomi saja namun mampu menjadi proyek yang memberikan peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia yang ada di Tuban,” tambahnya.
Lebih lanjut, Kilang GRR Tuban merupakan salah satu dari proyek pengembangan kilang yang dikelola Pertamina melalui Pertamina Project GRR Tuban maupun PT Pertamina Rosneft Pengolahan Dan Petrokimia (PRPP). Di tahun 2022, PRPP fokus melanjutkan penyelesaian desain teknis (Front-End Engineering Design/FEED) di mana per 31 Desember 2021 penyelesaikan kegiatan ini telah mencapai 66,43 persen atau lebih cepat dari target yang dicanangkan di awal tahun 2021 sebesar 59,44 persen.