Kenali Kelas BPJS Kesehatan A & B yang baru Pengganti BPJS Kelas 1,2,3

oleh -

Liputansatu.com – Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) melakukan harmonisasi dan uji coba penerapan kelas standar BPJS Kesehatan secara bertahap pada 2022.
“Pada 2023-2024 bisa implementasi bertahap dan peninjauan peraturan dengan melihat beberapa lesson learn dari implementasi dan jika tidak ada perubahan, maka pada 2025 bisa langsung mengimplementasikan kelas standar tunggal,” jelas Ketua DJSN Tubagus Achmad Choesni beberapa waktu lalu.

Konsep kelas standar nantinya hanya akan terdapat dua kelas kepesertaan program, yakni Penerima Bantuan Iuran (PBI) dan non-PBI. Segmen peserta Pekerja Penerima Upah (PPU) dan Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) atau mandiri akan tergolong sebagai non-PBI.

Berdasarkan kelas PBI dan Non PBI itu, ketentuan luas kamar dan jumlah tempat tidur tiap kamar akan berbeda.

Dimana untuk kelas untuk peserta PBI, minimal luas per tempat tidur (dalam meter persegi/m2), sebesar 7,2 meter persegi dengan jumlah maksimal 6 tempat tidur per ruangan.

Sementara di kelas untuk peserta Non PBI, luas per tempat tidur sebesar 10 meter persegi dengan jumlah maksimal 4 tempat tidur per ruangan.

Dalam pelaksanaan kelas standar nantinya, pemerintah ingin mengajak kerjasama asuransi swasta untuk melakukan sharing benefit atau berbagi keuntungan. Pasalnya kata Tubagus saat ini ada beberapa layanan yang belum bisa dicover oleh BPJS Kesehatan.

Oleh karena itu, kata Tubagus asuransi swasta berperan, agar masyarakat bisa memenuhi pelayanan kesehatan yang dibutuhkan.

“Ada koordinasi penyelenggaraan jaminan, kalau misalnya teman-teman peserta ingin menambah manfaat dengan asuransi kesehatan tambahan,” jelas Tubagus.

Dihubungi terpisah, Anggota DJSN Muttaqien menjelaskan sampai saat ini pihaknya bersama otoritas terkait masih terus memformulasikan mengenai iuran BPJS Kesehatan jika nanti mulai diterapkan kelas standar.

Saat ditanya apakah tarifnya akan pada kisaran Rp 50.000 sampai Rp 70.000 per bulan, Muttaqien belum bisa memastikan.

“Ini sampai sekarang belum bisa dijawab. Karena masih menunggu finalisasi KDK Kemenkes,” jelas Muttaqien.
Rumah Sakit (RS) akan menjadi ujung tombak pelayanan bagi masyarakat tatkala kelas standar program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) diterapkan. Bagaimana kesiapan rumah sakit untuk menjalankan kebijakan tersebut?
Ketua Kompartemen Jaminan Kesehatan Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Daniel Wibowo mengatakan, dibutuhkan waktu lebih dari satu tahun guna menyesuaikan aturan pemerintah dalam melaksanakan rawat inap kelas standar.

Menurut Daniel berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Perumahsakitan, pelayanan rawat inap kelas standar paling lambat diterapkan pada 1 Januari 2023.

“Saat ini masih akan dipersiapkan dan bukan hanya rumah sakit sebenarnya, seluruh yang terlibat masih punya kesempatan untuk melakukan penyesuaian 14 bulan,” jelas Daniel kepada CNBC Indonesia saat dihubungi, Rabu (22/9/2021).

Pada 2023 pun itu kemungkinan masih akan uji coba pertama, karena untuk memenuhi kelas standar, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh rumah sakit. Sehingga, kata Daniel kemungkinan ada beberapa RS yang tidak bisa memenuhinya.

“RS perlu persiapan, pada 2023 itu mungkin baru kick off-nya. Karena tergantung syaratnya juga untuk (menerapkan) kelas standar. Tapi saya kira tidak akan 100% terpenuhi. Secara bertahap pasti akan disesuaikan,” kata Daniel melanjutkan.

Adapun dalam pelayanan rawat inap kelas standar, RS milik pemerintah pusat dan daerah harus memenuhi paling sedikit 60% dari seluruh tempat tidur dan RS milik swasta harus memenuhi paling sedikit 40% pelayanan rawat inap kelas standar.

Oleh karena itu, kata Daniel nantinya rumah sakit hanya akan terbagi menjadi dua kelas, yakni rawat inap kelas standar dan kelas private. Dengan demikian, RS swasta memiliki keuntungan karena bisa menyediakan kelas private yang lebih besar dari kelas standar.

“Kalau RS Swasta 40% dari jumlah tidurnya akan menjadi kelas standar. Sisanya boleh dipakai untuk kelas private. Kelas private ini tentu bisa bertingkat-tingkat, misalnya VIP sampai Presiden Suit,” jelas Daniel.

Tak heran, dalam pelaksanaan kelas standar ini nantinya, pemerintah akan berbagi keuntungan atau sharing benefit dengan asuransi swasta. Pasalnya, peserta JKN memiliki pilihan untuk naik tingkat ke kelas private.

Tentu bagi masyarakat yang secara ekonomi pas-pasan tidak punya pilihan untuk naik bagi kelas private atau tak akan mampu untuk menjadi peserta asuransi swasta.

Kebutuhan Dasar Kesehatan (KDK) yang saat ini masih disusun oleh Kementerian Kesehatan dan Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) harus memperhitungkan dan mempertimbangkan masyarakat tidak mampu.

Jangan sampai saat rawat inap kelas standar ini diterapkan, ada layanan kesehatan yang tidak bisa diakses oleh peserta JKN yang pas-pasan secara ekonomi.

“Prinsipnya adalah jangan sampai peserta JKN ini tidak mendapatkan pelayanan kesehatan yang tidak semestinya. Jadi, yang esensial harus diberikan dan dibayar oleh sistem jaminan. Itu semua harus dirumuskan dalam KDK,” jelas Daniel.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *