Liputansatu.com – Harga Pertamax masih menjadi perdebatan, apalagi PT Pertamina (Persero) berencana menaikkan harga BBM non subsisi tersebut pada 1 April mendatang. Namun, jika tidak naik maka BUMN energi tersebut dilaporkan bisa merugi hingga Rp150 triliun.
Hal itu diungkapkan oleh Direktur Eksekutif Reforminer Institute Komaidi Notonegoro mengatakan, Pertamina bisa rugi hingga Rp150 triliun jika harga Pertamax tidak dinaikkan. Apalagi, Pertamina juga memberikan subsidi terhadap Pertalite.
“Untuk RON 90 Pertalite di 2021 konsumsinya 24 juta kilo liter (KL). Selisih harganya, karena sekarang harga jualnya Rp7.650 per liter. Harga keekonomiannya disebutkan Rp12.000-13.000, jadi selisihnya cukup signifikan,” ungkap Komaidi dikutip dari idxchannel, Rabu (30/3/2022).
Lebih lanjut, untuk selisih harga Pertalite Rp1.000 per liter, paling tidak perusahaan harus menanggung subsidi Rp24 triliun. Jika selisihnya sekitar Rp4.000 hingga Rp6.000 per liter, maka totalnya bisa mencapai Rp144 triliun.
“Ini baru BBN RON 90 (Pertalite), belum RON 92 (Pertamax),” ujar Komaidi.
Penjualan Pertamax, lanjutnya, mencapai 6-7 juta KL. Jika ditotalkan dengan Pertalite, untuk selisih harga Rp1.000 per liter, subsidi yang harus ditanggung bisa mencapai Rp30 triliun.
“Kalau selisihnya Rp5.000, bisa sekitar Rp150 triliun per tahunnya. Untuk kondisi perusahaan saya kira numbernya besar sekali,” ungkap Komaidi.