Liputansatu.com – PT. Garuda Indonesia (Persero) Tbk mengungkapkan telah melakukan pengurangan karyawan sebesar 30,56 persen atau sebanyak 2.491 orang dalam kurun waktu 2 tahun dimulai sejak bulan Januari 2020 hingga November 2021.
Hal ini dilakukan Garuda Indonesia sebagai salah satu upaya menyehatkan keuangan perseroan yang terus merugi di tengah pandemi Covid-19.
Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra mengatakan setidaknya sudah terjadi pengurangan karyawan sebanyak 30,56%. Sedangkan dari cost, perusahaan sudah berhasil menurunkan menjadi US$ 6 juta pada September 2021 dari sebelumnya mencapai US$ 16 juta di Januari 2020.
“Jadi 2020 bulan Januari sampai November tahun ini kami sudah menurunkan jumlah pegawai 30,56% dari 7.891 pegawai menjadi 5.400-an pegawai,” kata Irfan dalam public expose, Senin (20/12/2021).
Kendati begitu, ia menyebut pengurangan karyawan dilakukan sesuai dengan koridor hukum yang ada dan hak karyawan dipenuhi oleh perusahaan.
“Kami lakukan itu dengan cara-cara yang santun, menekan jumlah pegawai dengan tentu saja taat terhadap peraturan yang ada di negara ini sambil punya empati terhadap karyawan,” jelasnya.
Khusus untuk pilot, Irfan menyampaikan ada sekitar 200-an pilot Garuda yang saat ini menyetujui terbang gilir karena terbatasnya penerbangan perseroan. Menurut Irfan, pilot yang tidak terbang dalam bulan tertentu tak menerima gaji. Hal itu diklaim sudah menjadi kesepakatan bersama.
Tidak hanya karyawan, ia menekankan bahwa petinggi perseroan seperti komisaris dan direksi juga menerima pemangkasan gaji guna menyelamatkan garuda yang saat ini terlilit utang US$9,8 miliar.
Untuk diketahui, total utang yang ditanggung Garuda saat ini mencapai US$ 9,8 miliar atau sekitar Rp 140,14 triliun (asumsi kurs Rp 14.300/US$) dengan total kreditor lebih dari 800 pihak.
“Ada penurunan pilot yang lumayan besar, saya tidak ingin menyebutkan jumlahnya tapi ada lebih dari 200-an orang yang memberlakukan periode kerja secara bergilir. Jadi ketika tidak terbang bulan tersebut, kami tidak akan bayar gaji,” beber Irfan.
Akibat dari efisiensi tersebut, Irfan mengungkapkan pihaknya mampu menekan beban gaji hingga US$10 juta per bulan. Ia menyebut pada Januari 2020 beban gaji senilai US$16 juta per bulan, lalu turun menjadi US$6 juta pada Oktober 2021.
“Sudah terlihat kalau dari sisi cost Januari 2020 US$16 juta per bulan menjadi US$6 juta per bulan, penurunan 60 persen secara signifikan,” pungkasnya.